Skip to main content

Hanya Bisa Pasrah Ketika Melihat Kepergian Suaminya





Alona Wulandari hanya bisa pasrah ketika

melihat kepergian suaminya meninggalkan
Jakarta. Mereka baru saja menikah seminggu
dan suaminya itu harus segera pindah bekerja
di Papua. Rencana bulan madu ke Bali pun
mereka tak sempat. Suaminya baru saja
dipromosikan menjadi kepala bagian di sebuah
perusahaan pertambangan emas terhebat di
sana. Sialnya, dia tidak bisa memohon
diberikan perpanjangan waktu sebelum
berangkat ke sana.
“Bulan depan kita bulan madu ke Raja Ampat,
sebagai ganti rencana kita ke Bali yang batal.”
Begitu lah janji suaminya, Dony Sutomo,
setelah mengecup pipi Lona, di luar Pintu
Keberangkatan Bandara.
“Gak penting, sayang. Yang penting kamu bisa
cepat pulang.”
“Pasti sayang...”
Tangan mertua Lona yang tua mendarat di
bahu anak bungsunya sambil dia berkata,
“Baik-baik di sana ya, nak yaa . Jangan
nakal… Kasihan nih istrimu, ditinggal.”
“Iya, yah. Tolong temenin dan jaga Lona, yah.
Dony pamit.”
Setelah mencium tangan ayahnya, suami Lona
pergi. Air mata perempuan itu menetes.
********
Air mata perempuan itu menetes. Dia teringat 5
hari yang lalu mengantar keberangkatan
suaminya. Begitu jauhnya tempat kerja
suaminya itu. Terlalu cepat dia pergi padahal
baru saja mereka menjadi pengantin. Setelah 4
tahun berpacaran mereka akhirnya bisa
menikah. Tapi sayang, pekerjaan menuntut
Lona dan suaminya untuk merelakan
kehidupan rumah tangga yang masih seumur
jagung ini. Dony juga memutuskan untuk tidak
membawa serta istrinya dikarenakan dia
merasa di sana kurang aman untuk istrinya
dan Lona punya pekerjaan di Jakarta. Selain itu
dia tidak tega meninggalkan ayahnya yang
sudah tua sendirian di rumah.
Lona masih tergeletak di tempat tidur. Ranjang
pengantinnya yang baru. Merasa bahwa
suaminya seperti sudah lamaaa sekali pergi.
Kepergian suami tersayang membuatnya
menjadi perempuan malas. Malas bergerak.
Malas makan. Malas tidur. Malas mandi. Malas
bicara. Air mata yang menggantung di dagunya
pun berkilau tertimpa segaris cahaya matahari
dari celah gorden jendela kamar. Matahari sore
pukul 5.30. Lona menolehkan wajahnya ke
sana. Dan menyadari sedari tadi dia hanya
telentang di kasur selama beberapa jam. 2-3
jam mungkin? Atau sudah 5 jam? Masa bodoh
lah dengan waktu.
Kalau bukan karena harus menyiapkan makan
malam untuk bapak mertuanya Lona mungkin
masih terus ada di ranjangnya. Merenungi
nasib pengantin baru. Sampai kamarnya
menjadi gelap. Maka dia bangun dan
melangkah menuju kamar mandi. Di depan
pintu dia mulai menanggalkan semuanya lalu
masuk ke dalam.
Lona tidak sadar kalau pintu kamarnya telah
lama sedikit terbuka. Rupanya si mertua yang
tua mengintipnya sejak siang tadi. Di usianya
yang ke-69 tahun dan dengan status duda 5
tahun Komo Sutomo, seorang pensiunan PNS,
masih menyukai tubuh perempuan. Meskipun
terlihat renta dan ringkih, tapi sebetulnya dia
masih memiliki stamina. Bahkan ketika masih
beristri dia suka main-main ke diskotik atau
panti pijat hanya untuk melihat wanita-wanita
telanjang menari-nari di panggung bertiang
satu atau merasakan pijatan enak dari tangan
lembut berminyak. Kalau sedang ada duit lebih
dia tak sungkan menggunakannya untuk
memanjakan kemaluannya.
Sejak pertama melihat Lona berpacaran
dengan anak lelakinya dia merasa seolah
terobsesi. Wanita-wanita liar di luar sana
sudah tidak ada lagi yang bisa memuaskannya
sehingga membuatnya berhenti jajan. Yang ada
di pikirannya hanya Lona. Otaknya
menginginkan kedua matanya bisa melihat
perempuan itu telanjang. Kelaminnya bercita-
cita suatu saat nanti dirinya bisa menikmati
tubuh Lona. Walaupun begitu dia sadar, tahu,
kalau Lona sudah menjadi menantunya. Berarti
sudah menjadi anaknya juga. Tidak sepatutnya
dia masih menyimpan dendam libido itu.
Tapi memang dasar setan, dia tak tahan
menahan nafsu. Masturbasi yang dilakukannya
sambil membayangkan wajah dan tubuh
menantunya menjadikannya hilang akal.
Apalagi sejak Lona menikah dan tinggal di
rumah. Apalagi sekarang cuma berdua saja
dan anaknya ada di tempat yang sangat jauh.
Jadi, Pak Komo memanfaatkan kesempatan
tinggal berdua dengan istri anaknya itu untuk
bisa menatapi dan mengintipnya kapanpun dan
dimanapun secara diam-diam. Dan sore ini
adalah moment yang tiba-tiba saja
membuahkan ide kepada otaknya yang kotor.
Pak Komo segera menutup pintu kamar itu,
pelan-pelan tentunya, dan mengetuknya.
Tok tok tok..
Belum ada jawaban.
Tok tok tok…
Masih belum. Tapi terdengar suara pintu
terbuka. Lalu ada suara tapak kaki.
Tok tok tok… “Naa, Alonaa. Bapak ada perlu.
Tolongin bapak..”
Diam.
“Iyaa, Pak. Tunggu bentar..”
Cklek. “Ada apa, Pak?” Alona hanya
mengenakan handuk.
Sialan.
********
Alona Wulandari saat ini berumur 24 tahun.
Cantik bertubuh semampai dengan warna kulit
cokelat muda. Rambutnya yang agak basah
dipotong model bop seleher dan ada tahi lalat
di kiri dagu. Dengan hanya mengenakan
handuk putih semakin tampaklah bentuk
tubuhnya yang berisi dan padat. Bahunya yang
bulat berbercak air sampai ke lengannya yang
berdaging lembut. Membuat orang jadi ingin
meremas-remasnya. Terlebih lagi dadanya itu.
Besar, memenuhi bagian atas handuk yang
seolah tidak kuat lagi menampungnya. Pinggul
dan paha melengkung dengan pas dan enak
dilihat. Eksotis.
Lona bergelar sarjana sastra Inggris dari
universitas negeri terbaik dan bekerja di
sebuah lembaga kursus bahasa inggris
terkenal di Jakarta. Dengan gaji menggiurkan
dan lingkungan yang menyenangkan tanpa
terasa sudah 2 tahun dia mengajar banyak
anak dari SD hingga SMA. Kebetulan sekarang
dia cuti nikah dan tidak lama, karena bersama
suami saja cuma seminggu. Di tempatnya
mengajar dia selalu menjadi pusat perhatian
karena tubuhnya yang sexy dan wajahnya
yang cantik galak tapi menggoda. Mulai dari
para pengajar sampai anak-anak murid
semuanya memperhatikannya. Mereka juga
menghormatinya dan suka bergaul dengannya.
Orang bilang Miss Lona supel dan perhatian
kepada teman.



Beberapa hari sebelum menikah Lona sudah
tahu bahwa Dony akan ditempatkan di Papua.
Meskipun rencananya dia sebulan bisa pulang
ke Jakarta 2-3 kali tapi tetap saja itu adalah
sesuatu yang menyedihkan. Apalagi bagi
pengantin wanita yang baru saja sah bersuami.
Baru kali ini seumur hidupnya Lona mengalami
perasaan kesepian yang teramat sangat.
Seperti kehilangan semangat hidup. Rasanya
tak tertahankan. Tapi, sebenarnya yang paling
menyebalkan adalah sejak menikah dia belum
melakukan ritual malam pertama. Karena
menstruasi dan keburu suaminya berangkat.
********
“Halooo. Pak.. Bapak...” Lona melambaikan
tangan di depan wajah orang tua di depan
kamar pengantinnya.
“Hah? Ooh..”
Sepintas tadi Pak Komo hanya bengong karena
terpukau. Baru pertama itu dia melihat menantu
cantiknya hanya memakai handuk. Tanpa
ditemani suami lagi. Basah pula. Lona hanya
tersenyum geli. Dia sadar mertuanya pasti
terkejut karena melihat penampilannya. Lona
suka terlihat sexy. “Kenapa, Pak?”
“Emm, gak, gak papa kok..”
“Kalo gak papa kenapa di sini, Pak? Bengong
lagi…”
“Oh, itu….” Gila… Sexy sekali sih kamu..
beruntungnya kamu, Don.
“Iyaa?”
“Bapak gak enak badan, nduk..” Hampir saja
dia lupa idenya.
Wajah Lona langsung tampak khawatir. “Bapak
sakit?”
“Gak tau, nduk. Badan pegal-pegal ini.. Kepala
rasanya berat juga..”
Entah mata Lona yang ngaco atau Pak Komo
yang pandai berpura-pura, Lona berkata, “Iya,
Bapak kelihatan pucat..”
Pak Komo bersyukur wajahnya yang berkepala
botak terlihat seperti yang dikira menantunya.
Dia berusaha menahan senyum. Dengan
jantung deg-degan dia mencoba bilang “Bapak
boleh gak, nduk, ng.. Minta tolong dipijet..?”
Deg deg. Deg deg.
Sepi.



Deg deg. Deg deg.
“Hmm, habis aku mandi aja ya, Pak? Gimana?”
Yes! Orang tua itu seakan tak percaya dengan
apa yang didengarnya. Dia memperhatikan
wajah Lona yang tidak curiga. Lalu dia berkata,
mencoba yang lebih lagi.
“Sekarang aja, gimana?”
“Iya, tapi aku mandi dulu, Pak, biar enak
mijitnya..”
Tiba-tiba, badan Pak Komo ambruk ke depan
dan berhasil ditahan oleh tangan Lona. “Eh, eh,
eh, Bapaak…”
“Haah. Haah. Bapak harus tiduran. Gak kuat
rasanya..” orang tua itu, dengan berpura-pura,
berusaha berjalan gontai melewati pintu, ke
tempat tidur. Lona segera memapahnya. Pak
Komo perlahan menolehkan wajahnya ke kanan
bawah, ke arah dada menantu sexynya. Di
sana, tampaklah daging empuk yang terbelah
dengan garis pendek menggiurkan. Disertai
bintik-bintik kecil air dan tahi lalat yang imut di
atas dada kiri.
Besarnyaaa.. Ck, ck, ck.. Ssluurp.. Pak Komo
membatin dalam hati sambil mencium sekilas
wangi tubuh Lona. Bau tubuh sore hari wanita
rumah tangga yang belum mandi bercampur
dengan wangi parfum yang manis.
Pak Komo menjatuhkan dirinya ke kasur dan
wajahnya semakin pucat. Lona kebingungan,
lalu menaikkan kedua kaki mertuanya ke atas
kasur. Kemudian membalikkan pundak Pak
Komo agar di sana dia telentang.
Lona memandangi mertuanya sambil berpikir.
Dia punya minyak angin di meja riasnya. Siapa
tahu bisa mengobati pusing Pak Komo. Dia
berjalan untuk mengambilnya tanpa menyadari
orang tua itu mengamati bagian belakang
tubuhnya dengan mesum. Pantat Lona yang
sekal tercetak di kain handuk yang posisi
bagian bawahnya jauh di atas paha. Dan ketika
Lona membungkukkan badannya di depan meja
dan kain handuk itu semakin naik
meninggalkan setengah paha, mata Pak Komo
langsung melotot. Anjiiing…
Kedua mata Pak Komo seolah mau keluar dari
lubangnya ketika melihat paha mulus dan
daging segar di antara kedua paha itu.
Langsung saja dia memasukkan tangan ke
dalam celana. Agak lama juga Lona mencari-
cari minyak angin di mejanya. Pinggulnya
bergeser ke kanan, ke kiri sementara tangan si
orang tua masih mengusap-usap kemaluannya
sendiri. Menikmati pemandangan baru. Ketika
Lona berbalik tangan itu dengan cepat keluar
dari dalam celana.
“Aduuh, Pak, gak ada minyak anginnya..” kata
Lona.
“Ya udahlah, nduk, ga papa. Pijitin badan Bapak
aja deeh. Kali aja sembuh nanti,” jawab Pak
Komo.
“Mmm…” Melihat bapak mertuanya seperti tak
berdaya dan takut kenapa-kenapa Lona
mempertimbangkan apakah dia harus mandi
dulu atau langsung saja memijit Pak Komo.
Tapi aku kan belum mandi. Takut bau.
Ah masa sih bau? Aku kan perempuan yang
bersih dan terawat, jadi belum mandi pun pasti
masih wangi laah.
Kalo aku mandi dulu kasian si Bapak.. nanti
kenapa-kenapa lagi..
“Cepetan, nduk.. Tambah pusing nih..” ujar Pak
Komo sambil memegang kepalanya.
“I.. Iya, Pak.”



Lona mengambil minyak bulus di meja rias lalu
mendekat ke ranjang. Pak Komo membuka
bajunya sendiri. Melihat mertuanya telanjang
dada membuat Lona merasakan sesuatu yang
aneh. Seperti ada rasa campuran malu dan
takut. Kemudian dia naik ke atas ranjang. Pak
Komo membalikkan badannya sambil bepikir
betapa beruntung dirinya bisa dipijati menantu
cantik dan sexy seperti Lona. Cuma pakai
handuk pula. Dan pikiran itu membuatnya
ngaceng.
Pak Komo merasakan kedua tangan lembut
Lona yang sudah dikasih minyak membaluri
punggungnya. Diusap-usap dengan perlahan.
Lona merasa canggung. Ini adalah pertama
kalinya dia menyentuhkan tangannya kepada
lelaki lain selain suaminya. Dia jadi teringat
suaminya dan hal-hal apa saja yang sudah
dilakukan mereka berdua. Selama seminggu
kehidupan pernikahannya itu Lona yang masih
perawan hanya pernah berciuman, memeluk,
meraba, yah intinya seks tanpa penetrasi.
Bahkan mereka melakukannya tanpa telanjang,
hanya menanggalkan sedikit pakaian. Tapi ada
satu yang menurut Lona menyenangkan yang
dia lakukan tehadap suaminya: seks oral.
Sewaktu pacaran dengan orang lain dan Dony
Lona beberapa kali melakukan seks oral. Dan
dia menyukainya. Ada sensasi tersendiri yang
tak bisa dijelaskan dengan kata-kata saat
melakukannya. Apalagi kalau penis lawan
mainnya tebal dan besar. Tidak perlu terlalu
panjang, yang penting pas dan nyaman dilihat.
Ya ampun… Apa sih yang aku pikirkan ini? Lona
berusaha menepis pikiran kotornya. Seolah
takut bapak mertuanya bisa tahu apa yang
dipikirkannya. Sambil melupakan segala pikiran
tetang seks tanggung bersama suami dia mulai
memijit leher dan bahu Pak Komo. Lalu
pijitannya turun ke belakang badan. Lalu naik
lagi ke kepala. Kemudian pindah ke kaki.
Pijatan yang dilakukan jari-jari lentik Lona
dirasakan oleh si orang tua benar-benar enak.
Badan langsung merasa segar, kendatipun
badan Pak Komo sebenarnya sedang tidak
sakit. Kepala dan leher juga terasa enteng.
Lona melakukannya pun dengan ikhlas. Tanpa
menaruh rasa curiga. Dia hanya berpikir ayah
suaminya adalah ayahnya, jadi dia juga harus
memberikan pelayanan dan bantuan. Terlebih
lagi mertuanya itu sudah renta. Untung saja
pada saat dia memijati Pak Komo tidak ada
timbul bau yang tidak enak dari badan orang
tua itu. Sepertinya ayah Dony orang yang
menjaga kebersihan.
15 menit pun sudah berlalu dan Lona berkata
“Udah enakan, Pak? Pusingnya udah hilang?”
“Yaah lumayan, nduk.. Hehee.” Apalagi kalau
dipijit pake dada kamu, nduuk.. Pak Komo
berpikir mesum.



Pak Komo membalikkan badannya untuk
melihat dada itu. Dan tanpa disangka bagian
ratas handuk Lona terbuka dan ujung kainnya
turun melorot ke bawah. Lona panik dan
segera membetulkannya, tapi jeda sepersekian
detik tadi adalah surga bagi Pak Komo
sehingga membuat penis si orang tua kembali
berdiri. Dan Lona mengetahui itu.
Lona melihat bagian bawah celana pendek
ayah suaminya itu menggembung aneh.



Promo New Member 100% Deposit Sportsbook
Bonus Cashback 5% dan 10% Sportsbook
Bonus 0.7% Rollingan Casino
Mari bergabung bersama kami di www.dewa168.com
Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami
Yahoo Messenger : cs.dewa168@yahoo.com
Blackberry Messenger : 25CBBB46
Livechat : Tersedia di website kami di www.dewa168.com
Via Hp : wap.dewa168.com
Proses Depo/WD Cepat, Aman, dan Terpercaya !!

Popular posts from this blog

Hadiah Pendewasaan Dari Mbak Yuni

Dewa168 - Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya. Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya. Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa...

Ibu Tiri Ku, Dia yang Menggoda Ku

Aku adalah anak semata wayang dari manajer di perusahaan besaar di jakarta sebut saja aku dani dengan kulit putih dan wajah yang menurutku gak ganteng dan gak jelek tapi kata orang mmuka aku gemesin ngangenin & tinggi 169cm dan berat badan 57kg . Di saat usiaku 15 tahun papahku bercerai dengan ibu kandung dan ibuku lah yang mendapatkan hak asuh walaupun aku sudah tidak tinggal dengan papah lagi tetapi papah selalu menjemputku untuk menginap dirumahnya yang sangat besar waktu itu aku menghabiskan waktu bersama papah dengan menonton klub kesukaan kita manchester city hari demi hari berlalu tetapi papah selalucerita dengan aku kalau ingin mempunyai mamah baru untuk aku,,, walaupun aku tidak setuju dengan papah tapi papah ttp saja ingin mencari pendamping untuk hidupnya . Lalu sebulan kemudian papah menikahi janda dengan 1 anak "dina" istri papah sangat cantik dengan paras wajah wanita sunda yang cantik dengan tinggi badan 172cm dengan payudara yang sangat besar seperti pep...

Tragedi dan Birahi

Setelah aku sehat dan kembali dari rumah sakit membawa bayiku, dan bayiku berusia 1 tahun, dengan lemmbut suamiku meminta izin untuk menikah lagi. Alasannya, baginya seorang anak tak mungkin. Dia harus memiliki anak yang lain, laki-laki dan perempuan. Dengan sedih, aku "terpaksa" merelakan suamiku untuk menikah lagi.  Parakanku sudah tdiangkat, demi keselamatanku dan kesehatanku. Sejakl pernikahannya, dia jarang pulang ke rumah. Paling sekali dalam seminggu. Kini setelah usia anakku 15 tahun, suamiku justru tak pernh pulang ke rumah lagi.  Dia telah memiliki 4 orang anak, tepatnya dua pasang dari isteri mudanya dan dua anak lagi dari isterinya yang ketiga. Aku harus puas, memiliki tiga buah toko yang serahkan atas namaku serta sebuah mobil dan sebuah taksi selain sedikit deposito yang terus kutabung unutk biaya kuliah anakku Irvan nanti. Irvan sendiri sudah tak perduli pada ayahnya.  Malah, kalau ayahnya pulang, kelihatan Irvan tak bersahabat dengannya. Aku...