Skip to main content

Pembantu Tetangga Sebelah

Aku tinggal disatu komplex perumahan, gak mewah sih, biasa2 aja. Tetanggaku seorang janda, usia 50 tahunan lah. Dia tinggal sendiri dengan seorang pembantu dan seorang supir yang mengantarkan si ibu kalo akan beraktivitas. Si ibu itu orangnya tinggi besar dan gemuk, mungkin beratnya 90 kiloan lah. Aku sih gak tertarik sama si ibu tapi sama pembantunya, Nyi Imas. Imas, dari namanya orang akan tau bahwa dia orang sunda, tepatnya orang banten, sejak banten berdiri sebagai satu propinsi yang terpisah dari jabar. Walaupun pembantu, Imas kelihatan seperti layaknya abg gedongan kalo dia pergi dengan si ibu. Pakaiannya selalu modis walaupun tidak bermerk, jins dan kaus ketat seperti yang umumnya jadi seragam wajib para abg kalo mo mejeng. Layaknya perempuan sunda, Imas kulitnya putih terang, wajahnya manislah, sayangnya agak chubby.

Sebenarnya aku tidak terlalu senang dengan perempuan yang chubby, tapi karena tiap hari ketemu, lama-lama jadi tertarik juga seperti kata pepatah jawa yen trisno jalaran soko gak ono liane (ha..ha, sudah dimodifikasi rupayanya pepatah jawa ini) yang artinya kira2 dengan terjemahan bebas karena sering ketemu lama2 jadi suka. Aku sering juga ngobrol sebentar dengan Imas kalo pas papasan didepan rumah.





Suatu waktu aku sedang membersihkan mobilku. Imas sedang nyapu halaman, sopirnya sudah mudik mo lebaran dikampungnya yang juga didaerah banten, satu kampung dengan Imas. 



“Kamu gak pulang Mas”, aku membuka pembicaraan sembari mengelap mobilku. Tembok pembatas antara rumahku dan rumahnya gak tinggi sehingga kita masih bisa saling liat. 



“Enggak om”. Memang dia biasanya memanggil aku om kalo ketemu.



“Napa”, tanyaku. “Ibu mau liburan ke bali sama sodara2nya, jadi Imas gak dikasi pulang. Disuru nungguin rumah”. “Gak takut kamu sendirian di rumah. Kalo lebaran kan biasanya komplex kita ini sepi banget”. 




“Takut sih om, om ndiri gak liburan”. 



“Aku mah dirumah saja, nemenin kamu deh biar gak takut”, godaku sambil tersenyum. 



“Om sih tinggal sendiri, gak punya istri ya om atau…. dah cere”. 



“Aku dah cere Mas, istriku tinggal di Cirebon sama ortunya. Kami memang belon punya anak”. 



“Maaas”, terdengar panggilan dari dalem rumahnya, rupanya si ibu manggil.



“Bentar ya Om’, kata Imas sambil meninggalkan aku, masuk kerumahnya.





Tak lama kemudian Imas keluar lagi, nemenin aku ngobrol.

“Napa mas”, tanyaku. 

“Ibu nyuruh Imas cari taksi, dia dah mo brangkat ke rumah sodaranya. Rencananya besok mereka berangkat ke bali. Imas tinggal dulu ya om”.



Imas keluar rumah, jalan mencari taksi keluar komplex. Aku memandangi Imas dari beralakng. Pantatnya yang besar bergerak sensual sekali mengikuti ayunan langkahnya. Imas sehari2 selalu mengenakan celana gombrang 3/4 dan kaos yang longgar. Walaupun celananya gombrang, pantatnya yang bahenol itu menarik untuk diperhatikan. Mendadak Imas nengok kearahku dan dia tersenyum. Aku jadi tersipu2 karena ketahuan lagi memandangi dia dari belakang, terpesona melihat geolan pantatnya. Aku dah selesai membersihkan mobilku, aku memang tinggal sendiri, pembantuku yang part time (hanya datang untuk membersihkan rumah, nyuci dan setrika saja, sudah lama mudik duluan.





Tak lama terdengar ibu sedang bicara dengan Imas, aku hanya melongok dari jendela, kulihat Imas sedang memasukkan koper si ibu ke bagasi taksi dan tak lama kemudian taksi melaju meninggalkan Imas sendiri. Segera aku keluar rumah.



“Dah brangkat ya Mas”. 



“Dah om. Tadi om ngeliatin Imas aja, napa sih”. Berani juga Imas mengajak aku membicarakan kelakuanku.



“Abis pantat kamu bahenol banget Mas", godaku.



“Ih si om mulai genit deh, mentang2 ibu dah berangkat. Kalo ada ibu om gak brani yaa”, dia bales menggangguku.



“Imas mo ditemeni gak?” aku to the point aja nawarin.



“Iya om, sbenarnya Imas takut sendirian kalo malem”. 



“Ya udah, nanti malem Imas tidur dirumahku aja, ada kamar kosong kok. Atau mo sekamar sama aku?” godaku lebih lanjut.



“Ih si om makin genit aja”, kulihat Imas tersipu2 mendengar gurauanku yang makin menjurus. 



“Kalo mau, aku gak tersinggung lo”. 



“Tersinggung apanya om”. “Tersinggung itunya”.



“Ya udah, ntar abis magrib deh ya om, Imas mo beberes dulu”. 



Aku bersorak dalam hati ketika Imas mengiyakan tawaranku. Aku dah lama memendam napsuku melihat bodi Imas. Biar chubby Imas merangsang juga. Toketnya lumayan gede, bulu tangan dan kakinya panjang2, lagian diatas bibir mungilnya ada kumis yang sangat tipis. Pastilah jembutnya lebat dan napsunya gede.

Sorenya, bakda magrib, terdengar Imas memanggil2,



“Om, om”. Aku segera keluar rumah. Kulihat sepi sekali sekitar rumah kami. Imas tampak cerah dengan “seragam rumahnya”. Rambutnya yang sebahu cuma diikat dengan karet saja. Satpam komplex belum beredar.



“Dah dikunciin semuanya Mas, lampu luar dinyalain. Lampu dalem nyalain juga satu yang watnya kecil, biar gak disangka rumah kosong. Gas buat kompor dan water heater dah dimatiin?” 



“Dah kok om, Imas ke tempat om sekarang ya”. 



“La iyalah,masak mo besok ketempat akunya”. Imas segera menggembok pager rumahnya dan masuk ke rumahku.



“Om, punya makanan mentah gak, kalo ada Imas masakin”, katanya sambil ngeloyor ke dapur.



Karena ruma dikomplexku dibangunnya seragam, maka pembagian ruangnya sama, gak heran Imas tau dimana letak dapur. Aku mengeluarkan sayuran dan daging dari lemari es, dan memberikan ke Imas. Segera Imas sibuk menyiapkan masakan buat aku. Aku segera mandi dan ketika sudah selesai mandi makanan dah tersedia di meja makan. Nasi sisa tadi siang pun sudah diangetin. 



“Yuk Mas, kita makan bareng”, ajakku. 



“Enggak ah, masak Imas makan semeja bareng om”.



“Ya gak apa kan, kamu kan bukan pembantuku, malem ini kamu tamuku. Dah bagus tamu ngebantuin nyiapin makan malem”, aku menarik tangannya dan mendudukkan dikursi disebelah kursiku. Karena Imas hanya menyediakan 1 piring dan sendok garpu serta segelas air minum, aku segera ke dapur untuk mengambil peralatan makan buat Imas.



“Gak usah om, biar Imas ambil sendiri”, Imas bergerak bangun dari kursinya.



“Gak apa, gantian. Kamu dah masakin buat kau, aku cuma ngambilin peralatan makan aja kok buat kamu”. Suasana segera menjadi cair, kamu ngobrol ngalor ngidul sembari makan.



Imas menceritakan latar belakangnya. Dia sebenarnya janda, masih muda sekali dia dikawinkan dengan seorang kakek2 didesanya, baru umur 15,sekarang Imas umur 19. Alesannya klasik. Bapaknya Imas utang ama si kakek dan gak bisa ngelunasin, maka Imas di”gade”in sebagai pelunas utang bapaknya, kayak crita sinetron aja yach. Perkawinan cuma tahan setahun, terus Imas dicerein, karena gak ada kerjaan di kampung Imas merantau ke Jakarta dan mencari kerja sebagai prt, dan tentunya ktemu aku (ha ha).





“Trus suami kamu keenakan dong mrawanin abg bahenol kaya kamu”.



“Ah Imas mah cuma menunaikan tugas sebagai istri aja. Cepet banget om, baru masuk, goyang sbentar dah keluar. Imas mah gak pernah tuh ngerasain nikmat seperti yang orang2 suka bilang kalo kawin itu nikmat”



“Kasian deh kamu, kalo aku yang ngasih nikmat mau gak”, omonganku makin menjurus saja.



“Om makin lama makin genit ih, ntar Imas balik ke rumah lo kalo digenitin terus”, katanya sambil senyum manja.



“Oh gak mau cuma digenitin toh, abisnya Imas maunya diapain”. 



“Gak tau ah”, katanya sambil cemberut tapi tersenyum (Hayo, gimana tuh ekspresi orang yang cemberut campur tersenyum, bingung kan. Ines aja bingung kok).



“Kamu setahun kawin kok gak hamil Mas, dicegah ya”.



“Iya om, suami Imas gak mo punya anak lagi.

Anaknya dariistrinya yang laen dah banyak katanya”.



“Terus kamu gak pernah kepingin ngerasain nikmatnya Mas”.



“Kepingin sih om, tapi kan gak ada lawannya”.



“Sekarang ada kan”. 



“Siapa om”. 



“Aku”.



“Ih si om, Imas mo pulang aja ah”, kembali dia cemberut, tapi aku tau kalo dia sebenarnya senang dengan gangguanku karena dia tetap saja tidak beranjak dari kursinya.



Makan malam selesai. Berdua kami membereskan meja makan, Imas nyuci prabotan makan, sementara aku menyiapkan film bokep untuk memancing Imas ke arah yang lebih asik. Pintu rumah dah kututup, gorden jendela dah kuturunkan juga. Suasana di ruang tamu kubuat temaram dengan hanya menghidupkan lampu kecil saja.

Suasanya berubah jadi rada romantis. Aku duduk di sofa, Imas menghampiri aku dan duduk diubin.



“Jangan diubin atuh Mas, sini duduk disebelah aku. Inget kamu bukan pembantu aku lo”. 



Imas segera duduk disebelahku, walaupun berjauhan.



“Kok lampunya digelapin sih om”.



“Kan kita mo nonton film, kamu pernah nonton bioskop gak”.



“Pernah sih om, waktu abis kawin Imas diajak suami nonton bioskop”.



“Di kampung kamu ada bioskop juga”.



“Iya om bioskop murahan”.



“Kalo mo maen filmnya lampu di bioskop digelapin kan”.



“Iya om, emangnya kita mo nonton film apaan sih, seru gak om filmnya”. 



“Ya pasti serulah, mungkin kamu belum pernah nonton film seperti yang mo aku putar”. 



“Film apaan sih om”, Imas sepertinya jadi penasaran. 



“Dah nonton aja”, aku memutar filmnya. Gak seperti lazimnya film bokep, film yang kuputar ada critanya.





Jadi pendahuluannya dipertunjukkan sepasang manusia beda warna kulit, yang ceweknya orang Asia, sepertinya orang thai, dan cowoknya negro. Adegan awal enceritakan bagaimana mereka ketemu, jalan bersama dan akhirnya pacaran. Settingnya berubah ke rumah si negro, mereka ciuman di sofa sambil mulai saling meraba dan meremas. “Ih kok gak malu ya om, gituan ditunjukkan ke orang2″. Kulihat Imas menatap seru ke layar tv, dia mulai hanyut dengan adegan saling cium dan remas. Ceweknya dah tinggal pake bra dan cd, begitu juga cowoknya. kontol si negro yang dah ngaceng nongol dibagian atas cdnya.





“Ih, gede banget yak. Punya suami Imas gak sege itu”. Imas terus menatap kelayar tv sehingga dia gak sadar kalo aku pelan2 menggeser dudukku merapat kerahnya. Satu tanganku kulingkarkan ke bahunya, walaupun masih diatas pinggiran sofa. Waktu cowoknya mulai memasukkan kontolku ke nonok si cewek, mulailah terdengar serenade wajib film bokep, ah dan uh. Imas kelihatannya makin larut dalam adegan yang diliatnya. 



“Pernah nonton film ginian Mas”.



“Belum pernah om”. Aku mulai aksiku. Tanganku meraba-raba tengkuknya.



“Om geli ah”, Imas merinding. Aku meneruskan aksiku. Dudukku makin merapat, Imas kupeluk dan kucium pipinya. 



“Om, ah”, tapi matanya tetep aja lekat ke tv melahap adegan doggie sambil ah uh. Aku mengelus2 pundaknya dengan tangan satunya, pipinya kusentuh dan kucium lagi. Sekarang Imas diam saja. Jariku makin kebawah saja, mengelus pipi, terus ke leher.

Imas menggeliat kegelian tapi tetep diam saja. Sepertinya dia sudah hanyut karena ngeliat tontonan syur itu. Pelan2 kusentuh toketnya, terasa besar dan kenyal. Karena Imas diam saja, aku makin berani, kuremas pelan toketnya sambil kembali mencium telinganya. Imas mendesah pelan tapi membiarkan elusan di toketnya berubah menjadi remasan.


Promo New Member Bonus 25% Sportbook
New Bonus Deposit 5%
Bonus Cashback 5% sampai 10% Sportsbook
Bonus 1% Rollingan Casino
New Cashback 100%
Mari bergabung bersama kami di www.dewa168.com
Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami
Yahoo Messenger : cs.dewa168@yahoo.com
Blackberry Messenger : 25CBBB46
Livechat : Tersedia di website kami di www.dewa168.com
Via Hp : wap.dewa168.com
Proses Depo/WD Cepat, Aman, dan Terpercaya !!

Popular posts from this blog

Hadiah Pendewasaan Dari Mbak Yuni

Dewa168 - Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya. Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya. Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa...

Ibu Tiri Ku, Dia yang Menggoda Ku

Aku adalah anak semata wayang dari manajer di perusahaan besaar di jakarta sebut saja aku dani dengan kulit putih dan wajah yang menurutku gak ganteng dan gak jelek tapi kata orang mmuka aku gemesin ngangenin & tinggi 169cm dan berat badan 57kg . Di saat usiaku 15 tahun papahku bercerai dengan ibu kandung dan ibuku lah yang mendapatkan hak asuh walaupun aku sudah tidak tinggal dengan papah lagi tetapi papah selalu menjemputku untuk menginap dirumahnya yang sangat besar waktu itu aku menghabiskan waktu bersama papah dengan menonton klub kesukaan kita manchester city hari demi hari berlalu tetapi papah selalucerita dengan aku kalau ingin mempunyai mamah baru untuk aku,,, walaupun aku tidak setuju dengan papah tapi papah ttp saja ingin mencari pendamping untuk hidupnya . Lalu sebulan kemudian papah menikahi janda dengan 1 anak "dina" istri papah sangat cantik dengan paras wajah wanita sunda yang cantik dengan tinggi badan 172cm dengan payudara yang sangat besar seperti pep...

Tragedi dan Birahi

Setelah aku sehat dan kembali dari rumah sakit membawa bayiku, dan bayiku berusia 1 tahun, dengan lemmbut suamiku meminta izin untuk menikah lagi. Alasannya, baginya seorang anak tak mungkin. Dia harus memiliki anak yang lain, laki-laki dan perempuan. Dengan sedih, aku "terpaksa" merelakan suamiku untuk menikah lagi.  Parakanku sudah tdiangkat, demi keselamatanku dan kesehatanku. Sejakl pernikahannya, dia jarang pulang ke rumah. Paling sekali dalam seminggu. Kini setelah usia anakku 15 tahun, suamiku justru tak pernh pulang ke rumah lagi.  Dia telah memiliki 4 orang anak, tepatnya dua pasang dari isteri mudanya dan dua anak lagi dari isterinya yang ketiga. Aku harus puas, memiliki tiga buah toko yang serahkan atas namaku serta sebuah mobil dan sebuah taksi selain sedikit deposito yang terus kutabung unutk biaya kuliah anakku Irvan nanti. Irvan sendiri sudah tak perduli pada ayahnya.  Malah, kalau ayahnya pulang, kelihatan Irvan tak bersahabat dengannya. Aku...