Skip to main content

GERTAK ! eps . 3

GERTAK ! eps . 3


Dewa168 - Sebuah suara notifikasi terdengar ditelingaku hingga membuatku terbangun dari tempat tidur. Aku segera mengambil sebuah alat komunikasi berbentuk kotak kecil yang memiliki layar untuk mengabarkan sebuah informasi. Setelah membaca info tersebut aku segera keluar kamar menuju pesawat telpon yang ada di ruang tengah. Kutelpon operator yang memberiku informasi melalui kotak kecil yang biasa disebut pager tersebut. Setelah mendapatkan berita dari operator tersebut aku segera menghubungi 2 orang anak buah kepercayaanku.

Ketika malam sudah semakin larut, aku sudah berada disebuah kafe yang menjadi tempat pertemuanku dengan orang yang mengirimkan berita melalui pager tadi. Pria berumur sekitar setengah abad sehingga rambutnya mulai menipis dan didominasi oleh warna putih. Tubuhnya masih terlihat tegap walau mulai mengendur termakan usia. Wajahnya mulai keriput namun sorot matanya masih menandakan sisa-sisa kebuasannya di masa lalu.

Kami bercengkrama cukup lama, bernostalgia sekaligus menanyakan kondisi masing-masing saat ini. Suaranya masih terdengar lantang saat berbicara, mengingatkanku pada masa lalu ketika suara tersebut bagaikan auman singa bagi lawan-lawannya.

“Jadi tujuan abang ngajakin kita kemari untuk apa?”

“Elu tahu anak angkat gue, si Bimbim?”

Aku menatap Agung yang duduk di sebelah kananku sejenak. Anak buahku tersebut memberikan tanda dengan menganggukkan kepalanya. Pandanganku kualihkan pada Mimin yang duduk sebelah kiri Pak Ali. Ia pun memberi tanda yang sama kepadaku.

“Iya, gue tahu dan gue juga udah mantau dia.”

“Gimana menurut lu?”

“Jujur gue sempet kepikiran untuk ngerekrut dia sama temen-temennya. Tapi kalo abang emang keberatan nanti gue atur agar dia nggak usah gabung.”

“Itu yang jadi keinginan gue, tapi bukan keinginan anak itu.Tadinya gue berharap bisa bener-bener keluar dari masa lalu, nggak akan bersinggungan lagi dengan dunia hitam. Tapi apa boleh buat, remaja yang gue anggap sebagai anak gue sendiri sudah menentukan jalan hidupnya sendiri. Gue titip dia ke elu, Ko.”

“Ntar gue omongin ke anak itu biar nggak usah ikutan temen-temennya.”

“Nggak usah, biar dia ngerasain sendiri jalan hidup yang dipilihnya. Gue cuma minta untuk sementara jangan diajak terlalu dalam dulu, gue pingin liat dia lulus SMA.”

“Nggak masalah kalo cuma itu. Tapi.... abang punya informasi jelas tentang asal-usulnya?”

Pak Ali memandangku dengan heran. Aku tahu dipikirannya pasti bertanya-tanya mengapa aku ingin mengetahui asal-usul anak angkatnya. Hal itu tak lazim aku lakukan saat merekrut anak buah. Namun entah mengapa keberadaan masa lalu anak tersebut yang tidak jelas membuat seperti ada sesuatu yang mengganjal dipikiranku.

“Dari cerita anak itu ke gue, dia dibuang sama keluarganya dari kecil. Sempet beberapa kali pindah panti asuhan sampai akhirnya gue nemuin dia ngerusuh di warung gue. Dari penyelidikan gue sih nggak ada yang boong ceritanya, semua panti asuhan yang dia sebut udah gue cek. Ceritanya sesuai sama apa yang Bimbim ceritain ke gue. Dia dikeluarin dari panti asuhan karena jadi biang masalah.”

“Hmmm.... info yang gue terima juga sama, mudah-mudahan anak itu emang nggak jadi masalah kedepannya.”

“Bukan berarti lu terima gitu aja cerita gue, insting kitalah yang membuat kita bisa bertahan selama ini. Jangan abaikan insting lu. Biarpun Bimbim anak angkat gue, elu harus tetap cari tahu dan waspada sama anak itu.”

“Siap, bang.”

Kami terus berbincang-bincang hingga akhirnya bang Ali meninggalkan kami terlebih dahulu.

“Gung, Min, nanti waktu ketemu anak itu kita pura-pura nggak tahu apa-apa tentang dia. Selidikin terus sampai ada kepastian.”

“Paham, bang!”


**********​

POV Bimbim

Aku masih saja berdiri pada posisi yang sama sejak tadi. Bahkan ketika tubuh gadis itu tidak terlihat lagi olehku, hal itu tidak membuatku bergeser dari posisi semula. Pikiranku kembali membayangkan wajah gadis yang baru saja dikenalkan Joe. Matanya yang berbinar-binar, hidungnya yang mancung, pipinya yang merah merona secara alami serta bibirnya yang tipis dan berwarna merah alami membuatku seperti berada di dunia yang berbeda dengan sekelilingku.

Aku melangkahkan kakiku kembali menuju tempat tongkrongan.

”Gimana Bim, kita bisa ketempat Siska malam ini?”

“Malam ini dia ada janji. Katanya minggu depan aja karena besok dia mau ke Thailand sama bosnya.”

“Aaahh.... Emang enak kalo udah jadi bos, mau ngentot aja bisa milih-milih tempat.”

“Bener Je, kapan ya gue bisa jadi bos kaya gitu?” Sahut Sakti.

Teman-temanku terus bercengkrama satu sama lain sedangkan aku hanya sekali-sekali saja menimpali. Seharian itu pikiranku terus tertuju pada Grace. Teman-temanku pun akhirnya menyadari perubahan sikapku hari ini.

“Bim, lu kenapa sih. Abis balik dari wartel gue perhatiin elu kebanyakan bengong. Elu kesambet, ya?” Tanya Jati.

“Hu-uh, bengong terus dari tadi. Lagi ada masalah? Mikirin bayaran sekolah?” Tambah Sakti.

“Kalo gue perhatiin sih bengongnya Bimbim bukan karena lagi ada masalah, tapi lebih kaya orang jatuh cinta. Elu abis ngeliat cewek cakep tadi di wartel?” Ucap Guntur.

“Hah? Bener Bim?”

“Eh... Itu. Iya tadi gue liat cewek cantik pas lagi di wartel.”

“Cakep mana sama Siska?”

“Beda, Je. Siska itu setan, kalau yang ini bidadari. Kalo ketemu Siska bawaanya pingin ngajak ngentot, sedangkan Grace pingin gue ajak ke pelaminan.”

“Anjir, udah ngomongin pelaminan. Jadi penasaran gue kaya gimana anaknya. Eh, elu tadi nyebut namanya berarti udah kenalan dong? Ajakin kemari, kenalin sama kita-kita.”

“Itu dia masalahnya, gue di kenalin ke cewek itu sama si Joe. Mereka pacaran.”

“Bwahahahahaha....... Apes lu Bim.”

Ketiga temanku menertawaiku, mereka tahu sifatku yang tidak suka merebut cewek orang lain. Apalagi kalo cewek itu pacar temen sendiri. Aku hanya bisa tersenyum kecut ditertawai seperti itu. Selang beberapa lama kemudian aku melihat bang Agung menghampiri kami. Laki-laki berubuh kurus namun jangkung itu datang seorang diri mengendarai motor 2 tak yang terkenal sebagai motornya para penjambret.

“Siang, bang. Tumben abang ke sini siang-siang, sendirian lagi...” Sambut Jati.

“Kalian ada acara malam ini? Bisa kumpul di tempat gue ntar malam?”

Kami berempat saling berpandangan menanyakan kesanggupan masing-masing.

“Bisa, bang! Kita belum punya rencana malam ini.” Ucap Jati mewakili kami.

“Bagus! Datang jam delapan, bang Riko mau ngomong sama kalian.”

Setelah berbincang-bincang sebentar akhirnya bang Agung meninggalkan kami. Karena cuaca menjelang sore itu cukup sejuk, aku memilih untuk tidur-tiduran di salah satu bangku panjang yang kosong.

Malam harinya kami sudah berada di tempat yang dimaksud bang Agung, sebuah sasana tinju yang dikelola oleh keluarganya bang Agung. Kami sempat mengobrol sambil menanti kedatangan bang Riko. Dari obrolan tersebut aku memperoleh informasi bahwa tempat ini adalah salah satu tempat berkumpulnya anak buah bang Riko untuk berlatih sekaligus sebagai gudang senjata kelompoknya. Tak berapa lama kemudian bang Riko tiba ditemani Mimin.

“Kalian masih sekolah, jadi gue emang sengaja belum ngasih banyak tugas. Tapi kali ini gue mau tahu sejauh mana kalian bisa nyelesaiin tugas lapangan. Kasih pelajaran sama orang ini.” Ucap bang Riko sambil memperlihatkan seorang laki-laki keturunan berusia sekitar 40-an dengan kumis tipis menghiasi wajahnya yang berlemak.

Kami mengamati foto tersebut dengan seksama.

“Dia bikin masalah apa sama kita bang?” Tanya Jati penasaran.

Bang Riko tidak segera menjawab pertanyaan Jati, justru matanya dengan tajam menatap temanku itu seolah berbicara ketidaksukaannya atas apa yang dilakukan Jati barusan. Menyadari dirinya ditatap seperti itu, Jati segera mengarahkan pandangannya kebawah namun tidak sedikitpun ia menundukkan kepalanya.

“Kalian masih baru disini, lakukan apa yang gue suruh! Jangan banyak nanya!” Bentak bang Riko dengan nada geram.

Untuk meredakan suasana bang Agung menuangkan bir dalam gelas bang Riko yang hampir kosong. Laki-laki dengan tinggi sedang namun tegap itu menerima gelas yang diberikan anak buahnya lalu meneguk isinya hingga separuh gelas.

“Kalian selidiki dulu kebiasaannya lalu tentukan lokasi dan waktu eksekusinya, jangan lebih dari seminggu. Jangan sampai ada saksi! Paham?!”

“Paham bang!” Ucap kami berempat kompak.

Setelah mendengar jawaban kami bang Riko menghabiskan minuman dalam gelas yang masih dipegangnya lalu pergi meninggalkan kami. Dibawah pengarahan bang Agung kami mulai mendiskusikan langkah apa yang akan kami lakukan. Setelah mematangkan rencana yang kami susun, kami segera meninggalkan tempat tersebut.

Ditengah perjalanan, kami menyempatkan diri untuk mampir di sebuah toko swalayan. Saat sedang memilih-milih barang mataku tertuju pada satu kotak permen.

Aku tersenyum mengingat kejadian itu. Kuambil kotak permen karet yang sejak tadi kuperhatikan lalu lanjut mencari barang lainnya yang akan kubeli.


**********​

3rd POV

Seorang laki-laki keturunan dengan wajah berlemak keluar dari sebuah klub malam. Langkahnya diikuti oleh 2 orang pengawalnya yang selalu setia menemaninya. Setelah cukup lama ditempat itu namun mobil yang seharusnya menjemputnya belum juga datang laki-laki berusia sekitar 40-an itu mulai jengkel.

“Don, cari tahu kenapa Tono belum juga kesini.”

Salah satu pengawalnya yang tadi namanya disebut segera menuju ke petugas parkir untuk bertanya apa yang terjadi. Kedua orang itu terlihat berbincang dengan serius. Setelah memperoleh informasi yang lengkap, pengawal tersebut kembali ke tempat bosnya lalu menceritakan apa yang terjadi.

“Ada mobil pecah ban yang menghalangi kendaraan yang menuju ke arah sini. Ada alternatif lain tapi bos harus jalan dulu kesana.” Ucap pengawal tersebut sambil menunjuk ke suatu lokasi penjemputan yang agak jauh dan terlihat remang.

“Ya udah lu susulin si Tono, suruh dia jemput gue disitu.”

Pengawal itupun segera menuju tempat mobil penjemput bosnya terjebak kemacetan, sementara itu si boss terpaksa berjalan ke lokasi penjemputan yang tadi ditujuk oleh pengawalnya. Kini ia hanya ditemani oleh seorang pengawalnya yang tersisa.

Saat memasuki sebuah lokasi yang gelap tiba-tiba saja muncul 4 orang laki-laki mengenakan hood panjang. Wajah mereka ditutupi masker bandana sedangkan bagian mata mereka memakai goggle motor. Keempat orang tersebut langsung menghajar mereka tanpa jeda. Si bos dan pengawalnya yang tersisa tidak sempat memberikan perlawanan, bahkan untuk berteriak minta pertolongan pun tak sempat. Keduanya menjadi bulan-bulanan pukulan dan tendangan keempat laki-laki berpakaian hood panjang tersebut. Kepala kedua orang itu mulai mengucurkan darah segar, wajahnya babak belur, tubuh mereka terasa remuk.

Ketika si bos terlihat hampir pingsan, keempat orang penyerangnya menghentikan serangan padanya. Seorang berjongkok dekat wajah si boss sedangkan 3 orang lainnya terus menghajar si pengawal kedua tanpa ampun.

“Salam dari Riko....” Bisik laki-laki yang berjongkok di telingga si Boss dengan jelas.

Kemudian laki-laki itu bangun dan memberi kode pada yang lainnya untuk meninggalkan tempat itu. Dengan cepat keempat laki-laki berpakaian hood panjang itu menghilang dari tempat itu. Kedatangan pengawal pertama serta supir untuk menjemput si boss di lokasi tersebut sudah terlambat. Bayangan para penyerang bosnya sudah tidak kelihatan, sedangkan kondisi bos serta rekannya sudah sangat kritis.




Promo New Member Bonus 25% Sportbook
New Bonus Deposit 5%
Bonus Cashback 5% sampai 10% Sportsbook
Bonus 1% Rollingan Casino
New Cashback 100%
Mari bergabung bersama kami di www.dewa168.com
Untuk Informasi Selanjutnya silahkan menghubungi CS 24 jam kami
Yahoo Messenger : cs.dewa168@yahoo.com
Blackberry Messenger : 25CBBB46
Livechat : Tersedia di website kami di www.dewa168.com
Via Hp : wap.dewa168.com
Proses Depo/WD Cepat, Aman, dan Terpercaya !!

Popular posts from this blog

Hadiah Pendewasaan Dari Mbak Yuni

Dewa168 - Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya. Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya. Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa...

Ibu Tiri Ku, Dia yang Menggoda Ku

Aku adalah anak semata wayang dari manajer di perusahaan besaar di jakarta sebut saja aku dani dengan kulit putih dan wajah yang menurutku gak ganteng dan gak jelek tapi kata orang mmuka aku gemesin ngangenin & tinggi 169cm dan berat badan 57kg . Di saat usiaku 15 tahun papahku bercerai dengan ibu kandung dan ibuku lah yang mendapatkan hak asuh walaupun aku sudah tidak tinggal dengan papah lagi tetapi papah selalu menjemputku untuk menginap dirumahnya yang sangat besar waktu itu aku menghabiskan waktu bersama papah dengan menonton klub kesukaan kita manchester city hari demi hari berlalu tetapi papah selalucerita dengan aku kalau ingin mempunyai mamah baru untuk aku,,, walaupun aku tidak setuju dengan papah tapi papah ttp saja ingin mencari pendamping untuk hidupnya . Lalu sebulan kemudian papah menikahi janda dengan 1 anak "dina" istri papah sangat cantik dengan paras wajah wanita sunda yang cantik dengan tinggi badan 172cm dengan payudara yang sangat besar seperti pep...

Tragedi dan Birahi

Setelah aku sehat dan kembali dari rumah sakit membawa bayiku, dan bayiku berusia 1 tahun, dengan lemmbut suamiku meminta izin untuk menikah lagi. Alasannya, baginya seorang anak tak mungkin. Dia harus memiliki anak yang lain, laki-laki dan perempuan. Dengan sedih, aku "terpaksa" merelakan suamiku untuk menikah lagi.  Parakanku sudah tdiangkat, demi keselamatanku dan kesehatanku. Sejakl pernikahannya, dia jarang pulang ke rumah. Paling sekali dalam seminggu. Kini setelah usia anakku 15 tahun, suamiku justru tak pernh pulang ke rumah lagi.  Dia telah memiliki 4 orang anak, tepatnya dua pasang dari isteri mudanya dan dua anak lagi dari isterinya yang ketiga. Aku harus puas, memiliki tiga buah toko yang serahkan atas namaku serta sebuah mobil dan sebuah taksi selain sedikit deposito yang terus kutabung unutk biaya kuliah anakku Irvan nanti. Irvan sendiri sudah tak perduli pada ayahnya.  Malah, kalau ayahnya pulang, kelihatan Irvan tak bersahabat dengannya. Aku...