“Jadi Nona mau menikah tapi tak mau langsung hamil dan ingin menikmati bulan madu sepuasnya ?”
“Iya Dok. Saya kan wanita karier. Saya masih banyak kesibukan yang membutuhkan konsentrasi dan sebaiknya jangan punya anak dulu. Mungkin saya masih butuh waktu setahun lebih untuk menyelesaikan proyek-proyek saya. Kalau diganggu dengan kehamilan, kelahiran bayi dan sebagainya, bisa berantakan bisnis saya Dok.”
Dokter itu mengangguk-angguk. Dan berkata, “Itu bagus. Orang-orang terpelajar akan selalu merencanakan segala sesuatunya dengan baik. Mmm…usia Anda sekarang tigapuluhan ya ?”
“Iya Dok. Tepatnya empat bulan lagi umur saya tigapuluh tahun.”
Dokter itu mengangguk-angguk lagi. Lalu menawarkan suntikan birth control yang akan melindungiku dari kehamilan selama setahun, supaya tidak ribet katanya. Aku setuju saja dan memasrahkan cara apa yang tepat bagiku. Yang penting aku tak mau buru-buru hamil.
Sepulangnya dari tempat praktek dokter itu, aku tersenyum sendiri di belakang setir mobilku. Aku merasa telah berhasil membohongi dokter itu. Aku mengaku akan menikah tapi tak mau cepat-cepat hamil, karena aku seorang wanita karier yang sedang sibuk-sibuknya berprestasi.
Aku memang seorang wanita karier. Karena aku berkedudukan sebagai manager marketing di perusahaan tempatku bekerja. Aku memang selalu sibuk di dalam melaksanakan tugas sehari-hariku, sehingga terkadang aku lupa makan dan istirahat. Tapi, aku takkan menikah dengan siapa pun. Bahkan sejak empat tahun yang lalu aku tak pernah pacaran dengan siapa pun…!
Lalu untuk apa aku minta agar dokter itu mengupayakan birth control pada diriku ?
Inilah latar belakangnya…..
Namaku Safira, tapi aku biasa dipanggil Fira saja oleh teman-temanku. Setelah mendapatkan ijazah S1, aku bekerja di sebuah perusahaan swasta yang lumayan besar. Tadinya hanya sebagai staf di bagian marketing. Berkat prestasiku, setahun kemudian aku diangkat sebagai asisten manager di bagian marketing itu. Lalu sejak tiga tahun yang lalu jabatanku dinaikkan lagi sebagai manager marketing, menggantikan manager lama yang diangkat sebagai general manager.
Di bidang karier, mungkin aku ini tergolong sukses. Karena aku telah berhasil menduduki jabatan penting di dalam perusahaan. Tapi dalam soal cinta, aku merasa sebagai orang gagal. Karena sudah tiga kali aku punya pacar, lalu putus dan putus terus. Sampai akhirnya aku trauma setiap kali didekati lelaki.
Sementara Rita, satu-satunya adikku, begitu tamat SMA langsung dilamar Gandhi. Kemudian mereka menikah, melangkahi aku.
Dan aku terpaksa mengijinkan mereka menikah, karena hubungan mereka tampak sudah terlalu akrab, sehingga Mama kuatir kalau Rita hamil sebelum dikawinkan.
Aku bersikap seolah menganggap perkawinan adikku sebagai masalah yang biasa-biasa saja. Sebagai masalah yang tidak merugikanku. Bahkan aku harus menerima kenyataan itu sebagai hal yang baik. Bahwa Rita takkan membebaniku lagi dalam masalah keuangan, karena ia sudah punya suami yang akan bertanggungjawab untuk menafkahinya. Lalu Rita takkan merongrongku lagi.
Tapi jauh di lubuk hatiku, ada keperihan yang mendalam. Karena aku merasa dikalahkan oleh adikku sendiri, yang begitu cepatnya memiliki suami. Sementara aku masih tetap sendiri. Meski aku sukses dalam karierku, namun di dalam percintaan aku hanya seorang pecundang.
Terkadanbg aku berkaca di depan cermin. Mengamati wajah dan sekujur tubuhku. Apa sebenarnya yang kurang pada diriku ini ? Bukankah aku punya wajah yang lumayan cantik, punya tubuh yang tinggi semampai dengan bentuk bokong yang cukup semok ? Bukankah kulitku juga cukup putih tanpa noda secuwil pun ?
Apakah aku terlalu jutek, sehingga cowok-cowok malas mendekatiku ? Entahlah.
Jika berhadapan dengan klien, aku memang selalu bersikap ramah. Tapi di kantor aku memang tergolong wanita yang sangat jarang tersenyum. Mungkin semua karyawan di tempat kerjaku pada menilaiku sebagai si jutek. Tapi entahlah, karena biar jutek aku ini tak pernah menjahati mereka.
Mungkin aku terbiasa bersikap dingin sejak putusnya hubunganku dengan pacar terakhir. Diawali perasaan tak percaya lagi pada lelaki, lalu membuatku jadi dingin. Dan sikap dingin ini lalu terbawa-bawa ke dalam kehidupan sehari-hariku. Terlebih lagi kala aku berada di kantor, aku selalu bersikap formal, hampir tidak pernah tersenyum. Kecuali jika ada tamu dari perusahaan lain, barulah aku berusaha bersikap ramah.
Tapi menghadapi godaan-godaan kaum pria, selalu kutanggapi dengan dingin. Entahlah, aku trauma, takut patah hati lagi. Dan tak percaya lagi pada godaan dan rayuan lelaki. Biarlah aku mau fokus ke pekerjaanku saja.
Dan aku memang sukses di dalam karierku. Tanpa korupsi serupiah pun, aku sudah bisa memiliki rumah yang layak untuk seorang manager. Sudah memiliki sebuah mobil yang lumayan bagus pula. Memang semuanya itu kumiliki dengan mencicilnya. Tapi dalam tempo 3 tahun saja semuanya sudah lunas.
Fee yang disediakan oleh perusahaan untuk setiap barang yang berhasil kupasarkan memang cukup menggiurkan. Itulah sebabnya jabatan yang kupegang jadi incaran setiap karyawan staff di perusahaan ini. Beruntunglah aku sudah mendapat kepercayaan dari big boss untuk memegang jabatan ini. Aku sudah dinilai sebagai sosok yang cerdas, gesit dan jujur.
Lalu benarkah pribadiku sedemikian dingin, angkuh dan merasa tidak memerlukan pria mana pun ?
Sebenarnya kepribadianku seolah punya dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, aku senantiasa bersikap dingin kepada lawan jenisku, terkecuali jika sedang berhadapan dengan klien perusahaan. Tapi jika klien perusahaan itu mulai memperlihatkan sikap yang “lain”, aku cepat menarik jarak dan bersikap tetap ramah tapi formal.
Namun di sisi lain, jika aku sedang sendirian di dalam kamarku, diam-diam aku suka memutar film-film bokep sambil rebahan di sofa. Pada saat-saat seperti itulah jiwaku seolah berubah. Dirasuki nafsu yang kadang tak tertahankan. Ingin merasakan seperti apa nikmatnya jika aku mengalami hal yang serupa dengan yang kutonton dari film-film bokepku.
Pada saat-saat seperti itu, sedikit pun aku tak memikirkan soal cinta. Yang kupikirkan Cuma sex, sex dan sex…!
Masalahnya, yah…aku harus mengakuinya, bahwa aku pernah merasakannya dengan pacarku yang terakhir. Mungkin hal itu merupakan sisi yang paling kelam dalam kehidupanku. Tapi semuanya sudah terjadi. Dan kesucianku yang telah hilang takkan mungkin bisa kembali lagi.
Dan aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri, karena terlalu percaya bahwa ia serius akan menikahiku. Sehingga peristiwa itu terjadi berkali-kali, sampai akhirnya ia menghilang begitu saja dari kehidupanku. Dan ketika aku mencari ke rumah kontrakannya, ia sudah pindah entah ke mana.
Nomor hapenya pun tak pernah aktif. Mungkin dia sudah ganti nomor.
Lalu apakah aku harus menjerit-jerit dan memberitahu orang-orang bahwa aku ditinggalkan begitu saja oleh lelaki yang sudah merenggut kesucianku ? Tidak...tidak ! Biarlah kuhadapi semua ini dengan tegar.
Meski percintaanku gagal, aku harus sukses di bidang karierku. Karena itu aku harus mengalihkan target perjuanganku ke arah karier semata.
Memang butuh waktu untuk melupakan lelaki yang telah menjahanamiku itu. Dan berkat ketegaranku, akhirnya aku berhasil melupakan lelaki sialan itu.
Tiada istilah patah hati lagi di dalam kamus kehidupanku. Aku bisa menjalani hari-hariku dengan tenang. Tanpa bermurung-murung lagi.
Tapi di saat-saat penghiburan diri sendiri itu berlangsung, terkadang aku digoda oleh pikiran yang menyimpang. Bahwa meski aku menutup diri pada lawan jenisku, keperawananku takkan kembali lagi. Lalu apa yang harus kulakukan ? Bukankah aku sering digoda oleh khayalan tentang sentuhan lelaki ?
Seolah ingin melengkapi indahnya khayalan tentang sentuhan lelaki itu, aku pun mulai mengoleksi dvd triple x. Lalu diam-diam memutarnya di dalam kamarku. Namun suaranya hanya aku sendiri yang bisa mendengarkannya, karena suaranya sudah kualihkan ke headphoneku. Takut kedengaran ke kamar Mama.
Pada waktu menyaksikan adegan-adegan syur di layar tvku itu, selalu saja tanganku bergerak ke bawah perutku, menyelinap ke balik celana dalamku. Sambil; membayangkan seolah-olah aku sendiri yang tengah melakukan hubungan sex seperti yang ditayangkan di layar kaca itu. Spontan jemariku mengelus-elus sesuatu yang paling peka di balik celana dalamku. Di saat-saat seperti itu, aku bisa mendesah-desah sendiri. Tak beda dengan desahan perempuan yang sedang disetubuhi pasangan seksualnya.
Pada waktu sedang mandi pun, aku sering mempermainkan alat kelaminku dengan air sabun. Bahkan sering aku merasakan orgasme berkat “ketrampilan” jemariku sendiri.
Gejolak yang tak terkendalikan pun reda kembali. Dan aku seolah telah mencapai kepuasan dari sesuatu yang sangat mengganggu itu.
Tapi lalu ada perasaan menyesal bercampur malu pada diriku sendiri. Karena aku telah melakukan sesuatu yang kurang normal.
Memang di zaman sekarang, masturbasi adalah hal yang biasa-biasa saja. Tapi aku merasa malu pada diriku sendiri. Kenapa aku sering melakukannya secara diam-diam ? Apakah aku tidak bisa melakukan hal yang normal saja ? Bukankah aku punya wajah yang cantik, tubuh yang sempulur dan mulus ? Apakah aku sudah tidak bisa mendapatkan lawan jenisku sehingga aku sering melakukan masturbasi ?
Oh, no…no…no ! Kalau aku mau, aku yakin bisa mendapatkan lelaki yang bagaimana pun. Tapi aku memang selalu bersikap dingin kepada lawan jenisku, terlebih lagi kalau aku sedang berada di kantor. Dan aku punya alasan tersendiri kenapa aku selalu bersikap dingin begitu.
Lalu kenapa aku minta disuntik kontrasepsi yang akan mencegahku hamil selama setahun ? Bukankah tiada seorang lelaki pun yang menjadi kekasihku ?
Inilah rahasiaku. Rahasia yang sangat berat untuk membukanya. Tapi aku ingin menceritakannya padamu, karena aku tahu bahwa kamulah satu-satunya teman yang akan mengerti padaku.
Erni Sahabatku…
Begitulah kira-kira latar belakang yang membuat kisah ini terjadi.Dan beberapa hari setelah diriku “dilindungi” oleh suntikan kontrasepsi, aku pun mulai mematangkan rencanaku.
Bahwa rumah tua peninggalan almarhum Papa, tidak kami tempati lagi. Karena Mama tinggal di rumah baruku, Sementara Rita pun dibawa pindah oleh suaminya ke kota lain. Dan aku mempercayakan Yuda untuk menempati rumah itu, tanpa dipungut biaya apa pun. Yang penting dia bisa menjaga dan merawat rumah itu, agar keadaannya tetap rapi seperti waktu kami masih menempati rumah itu.
Tadinya Yuda mau mengontrak kamar di rumah tua itu. Karena kebetulan rumah itu berdekatan dengan pabrik tempat dia bekerja. Kehadiran Yuda itu merupakan hal yang kebetulan bagiku, karena aku sedang merencanakan mencari orang yang bisa merawat dan menjaga rumah itu. Maklum, barang-barang di rumah itu kubiarkan tetap berada di tempat semula. Maka dengan beberapa syarat yang kukatakan padanya, aku pun mempersilakannya tinggal di rumah itu tanpa dipungut biaya serupiah pun. Kecuali rekening listrik, kubebankan padanya, agar dia bisa menghemat pemakaian listrik di rumah itu.
Sebulan sekali aku suka menengok juga keadaan rumah itu. Takut ada yang perlu diperbaiki atau dirapikan. Sekaligus menyelidik, takut Yuda macam-macam di rumah itu.
Hampir setiap kali aku datang ke rumah itu pada malam hari. Biasanya kulakukan setelah pulang kerja, lalu istirahat dan menengok rumah itu setelah malam tiba. Sengaja hal ini kulakukan, karena biasanya anak muda kalau mau macam-macam dilakukannya pada malam hari.
Pada hari yang sudah direncanakan itu pun aku mempersiapkan diri seperfect mungkin. Sepulangnya dari kantor, aku tidur siang dulu sekitar 90 menit. Dan terbangun menjelang senja. Lalu mandi sebersih mungkin. Hampir jam tujuh malam barulah aku melajukan mobilku menuju rumah tua peninggalan mendiang ayahku itu.
Ketika membuka pintu depan, Yuda langsung menyapaku ramah, “Oh…Mbak Fira…silakan masuk Mbak.”
“Kamu baru pulang Yud ?” tanyaku ketika melihat anak muda itu masih mengenakan seragam pabriknya.
“Iya Mbak. Banyak kerjaan yang harus diselesaikan, jadi telat pulangnya.”
“Malam ini aku mau tidur di sini Yud.Pengen nostalgia masa kecilku,” kataku sambil duduk di sofa ruang depan, “Kamarku gak banyak debu dan sarang laba-labanya kan ?”
“Dijamin bersih Mbak. Kan tiap hari juga selalu saya bersihkan.”
“Baguslah,” kataku sambil bangkit dan melangkah ke arah pintu kamarku.
“Maaf Mbak…saya mau mandi dulu ya,” kata Yuda ketika aku sedang membuka pintu kamarku.
“Iya…mandilah sebersih mungkin ya. Pasti badanmu penuh keringat dan debu yang terbawa dari pabrik tadi,” sahutku sambil tersenyum.
“Iya Mbak. Hehehee….”
Rumah tua ini punya tiga kamar tidur. Dahulu, aku dan Rita memakai kamar yang paling depan. Kamar yang tengah dipakai oleh Mama dan Papa almarhum. Sementara kamar yang paling belakang biasanya dipakai untuk tamu. Kamar paling belakang itulah yang kuijinkan untuk ditempati oleh Yuda. Tapi kunci-kunci kamar lainnya kuserahkan padanya, agar ia bisa merawat dan membersihkannya pada saat-saat tertentu.
Sebenarnya rumah peninggalan Papa ini sudah menjadi milikku sepenuhnya. Karena Rita sudah kuberi uang yang nilainya kira-kira sama dengan setengah harga rumah ini. Karena itu Rita tak punya hak apa-apa lagi pada rumah ini. Sementara Mama sudah menyerahkan sepenuhnya padaku. Apa pun yang akan kulakukan pada rumah ini, Mama takkan merintanginya. Mau dijual pun takkan Mama halang-halangi.
Tapi aku tak pernah punya niat untuk menjual rumah tua ini. Aku bahkan punya cita-cita untuk merenovasi rumah tua ini. Karena aku ingin menghormati peninggalan Papa almarhum. Lagian rumah ini terletak di pinggir jalan yang cukup strategis. Kalau aku sudah punya duit, aku ingin merombaknya jadi ruko, karena halaman depannya cukup luas, halaman belakangnya pun cukup luas, sehingga memungkinkan untuk dibangun kolam renang di sana (hal ini tak pernah terpikirkan pada waktu keadaanku masih pas-pasan).
Setelah mengganti sepatuku dengan sandal, aku keluar dari kamarku, menuju ruang makan. Semuanya benda yang tersimpan di sini masih tertata rapi. Tapi titik perhatianku bukan ke arah benda-benda yang tersimpan di ruang makan itu. Perhatianku tertuju ke suara byar-byur air dari kamar mandi yang letaknya berdampingan dengan ruang makan ini. Yuda sedang mandi di dalam satu-satunya kamar mandi yang ada di rumah ini. Rumah ini memang dibangun sejak jaman Belanda dulu, sehingga kamar mandinya pun hanya satu. Seandainya aku mau mandi, tentu aku harus menunggu sampai Yuda selesai mandi. Kalau sudah dirombak, tentu aku akan membuat kamar-kamar yang memiliki kamar mandinya masing-masing. Supaya tidak perlu mengantri untuk menggunakan satu-satunya kamar mandi seperti itu.
Ketika aku masih berada di ruang makan, tiba-tiba aku teringat bahwa di pintu kamar mandi itu terdapat celah kecil yang bisa kubuat untuk mengintip ke dalam kamar mandi. Aku masih ingat bahwa dahulu celah itu suka kupakai untuk mengintip jika adikku berlama-lama di dalam kamar mandi.
Dan kini…mendadak timbul niat untuk mengintip Yuda lewat celah pintu yang dahulu sering kupakai untuk menyelidiki kelakuan Rita di kamar mandi itu. Maka aku pun jadi seperti pencuri, berjalan mengendap ke arah pintu kamar mandi itu. Lalu mendekatkan mataku ke celah rahasia itu.
Wow ! Lelaki yang usianya 5 tahun lebih muda dariku itu ternyata memiliki tubuh yang begitu seksi di mataku.Dadanya tidak terlalu bidang, tapi perutnya tampak six pack. Aku suka sekali melihat lelaki yang memiliki perut seperti itu. Dan…di bawah perut six pack itu…membuatku termangu. Bukankah tombak kejantanan seperti itu yang sering kukhayalkan ? Hmmm…aku jadi tak sabaran…sangat tak sabaran…ingin memegang batang zakar Yuda yang sedang disabuni itu…!
Ingin saja rasanya kugedor pintu kamar mandi, lalu kusergap Yuda yang sedang dalam keadaan telanjang bulat itu. Tapi aku menahan diri, tak mau sevulgar itu, kecuali kalau sudah terbiasa berhubungan sex dengannya kelak.
Sambil berusaha menenangkan diri, aku melangkah ke kamarku dan mengeluarkan gaun tidurku dari dalam tas yang kubekal dari rumah tadi. Gaun yang kuanggap paling sexy, tapi tidak terlalu mencolok. Lalu kukenakan gaun berwarna hitam itu. Berkaca di depan cermin meja rias lamaku. Sampai terdengar suara pintu kamar mandi dibuka. Berarti Yuda sudah selesai mandinya.
Beberapa saat kemudian aku melangkah ke ruang depan. Kunyalakan tv jadul yang masih terletak di tempoat semula itu. Yah, lumayan lah, tv jadul itu masih bisa menayangkan siaran yang bening. Memang jauh berbeda dengan tv LED di rumah baruku, yang berlayar lebar dan lebih tajam lagi gambarnya.
Tapi sebenarnya aku tidak mempedulikan acara yang ditayangkan oleh tv tua itu. Aku duduk di sofa depan tv itu dengan pikiran terarah ke targetku…ke Yuda belia yang sudah berhari-harti kubayangkan lalu kuintip waktu ia sedang mandi tadi.
Tak lama kemudian Yuda muncul dari dalam kamarnya. Spontan kupanggil dia dan kusuruh duduk di sampingku, di sofa panjang yang sedang kududuki.
Dengan sikap sungkan ia duduk di sofa panjang yang sedang kududuki. Agak menjauh dariku, mungkin karena masih menghormatiku dan belum tahu bahwa aku punya rencana yang belum kusampaikan padanya.
Sebagai basa-basi, awalnya aku menanyakan hal pekerjaan dia, juga tentang apakah dia kerasan tinggal di rumah tua ini atau tidak. Dan ia menjawab dengan kalimat-kalimat yang menyenangkan hatiku.
“Syukurlah kalau kamu kerasan tinggal di sini. Terus terang nantinyadi halaman belakang itu akan kubangun beberapa kamar dan kolam renang. Tapi jangan takut, kamu tetap boleh tinggal di sini. Bahkan setelah pembangunan kamar-kamar dan kolam renang itu selesai, kamu boleh tinggal di salah satu kamar itu nanti, sementara rumah ini akan kurenovasi,” kataku.
“Terimakasih Mbak…terimakasih kalau saya dibolehkan tetap tinggal di sini,” sahutnya dengan wajah ceria.
“Iya, sampai kapan pun kamu bisa tinggal di sini, asalkan bisa merawat dan menjaga kebersihan rumah ini,” kataku, “Ohya…malem Minggu gini kamu gak apel Yud ?”
“Hehehee…apel ke mana Mbak ?”
“Ke rumah pacar lah. Nanti pacarnya ngambek kalau gak diapelin.”
“Saya gak punya pacar Mbak. Lagian saya ingin fokus ke pekerjaan aja. Maklum dompetnya juga masih pas-pasan.”
“DI kota ini gak punya pacar. Tapi di kampung tentu ada kan ?” cetusku sambil menepuk lutut Yuda.
“Gak ada juga Mbak. Saya berusaha menghemat tiap hari. Kalau ada kelebihan gaji saya, selalu saya kirimkan untuk ibu dan adik-adik saya di kampung. Jadi…boro-boro ada pikiran untuk pacaran Mbak.”
Aku Cuma melayangkan tatapan serius, lalu mengangguk-angguk perlahan.
Dan :
“Sini dong duduknya, jangan jauh-jauh gitu. Soalnya aku mau nanya sesuatu yang sangat pribadi sifatnya,” kataku sambil menarik pergelangan tangan Yuda, agar ia duduk agak merapat padaku.
Yuda menurut saja, duduk agak merapat di samping kiriku, meski tampak agak salting.
“Yud…kamu udah pengalaman dalam soal perempuan ?” tanyaku sambil memegang tangan Yuda.
“Maaf…maksud Mbak pengalaman apanya?”
Meski tiada orang ketiga di ruang depan itu, aku mendekatkan mulutku ke telinga Yuda, lalu membisikinya, “Apakah kamu udah punya pengalaman dalam soal hubungan sex dengan perempuan ?”
Yuda tersentak. Menatapku sekulas, lalu menunduk.
Kupegang tangannya sambil meremasnya perlahan. “Jawab secara jujur ya…jangan sok suci.”
“Pernah Mbak…tapi sudah lama sekali, waktu saya masih di SMA,” sahutnya perlahan.
“Sama siapa ?” desakku tanpa melepaskan pegangan dan remasanku.
“Sama istri orang. Tapi setelah ketahuan sama Ibu, saya dimarahi. Dibilang bisa sial kalau mengganggu istri orang. Lalu sejak saat itu saya tak pernah berjumpa lagi dengan wanita itu.”
“Terus…selain dengan wanita itu, ada pengalaman dengan wanita lain ?”
“Gak ada lagi Mbak. Saya lalu konsen ke ujian SMA. Setelah lulus saya langsung kerja di pabrik, karena dibantu oleh teman sekampung yang sudah duluan kerja di pabrik itu.”
“Lalu kamu tenggelam dengan pekerjaan di pabrik itu ?”
“Iya Mbak.”
“Jadi sejak putus dengan istri orang itu, kamu gak pernah begituan lagi sampai saat ini ?”
“Gak pernah Mbak.”
“Masa sih ?!” tanyaku sambil merayapkan tangan ke arah ritsleting celana jeans Yuda, “Terus kalau lagi horny diapain ininya ?”
Yuda terdiam. Seperti kebingungan. Dan tak menjawab pertanyaanku.
“Aku pernah membaca pelajaran sex dari sebuah buku import. Di buku itu aku mendapatkan penjelasan, bahwa kalau produksi sperma seorang cowok sudah overload, maka si cowok itu bisa mimpi sampai basah. Benar begitu ?”
“Be…betul Mbak,” sahutnya tersipu.
“Terus kalau lagi horny berat suka disalurkan ke mana ?” tanyaku sambil menarik ritsleting celana jeansnya. Dan diam-diam kuselundupkan tanganku ke belahan ritsleting itu, sampai berhasil menyentuh bagian yang menggembung di celana dalamnya, tapi aku belum berani memasukkan tanganku ke balik celana dalamnya.
Yuda cuma tersipu-sipu. Dan aku jadi gregetan juga. Lalu kuselinapkan tanganku ke balik celana dalamnya, sampai berhasil menggenggam sesuatu yang aku yakini sebagai batang kemaluannya. Yuda mengejut sedikit, tapi lalu diam saja.
“Kok pertanyaanku gak dijawab ?” tanyaku sambil meremas penisnya perlahan, “Kalau lagi horny ininya disalurkan ke mana ? Nyari PSK ?”
“Amit-amit…sampai detik ini saya belum pernah menyentuh PSK Mbak. Takut…takut ketularan penyakit kotor…takut ketularan HIV-AIDS…hiiii…ngeri…”
Aku tersenyum. Dan mulai horny setelah memegang zakar Yuda yang mulai membesar dalam genggamanku ini.
“Itu pendirian yang sangat bagus. Tapi kalau pas lagi horny berat, diapain punyamu ini ?”
“Hehehee…ma…manual aja Mbak…”
“Bagus…daripada terkontaminasi penyakit berbahaya mending dikerjain sendiri ya ?”
“I…iya Mbak.”
“Aku juga pernah mengalaminya dengan mantan pacarku. Itu pun hanya terjadi empat atau lima kali. Setelah aku putus dengan pacarku, aku sama sekali tak mau disentuh lelaki mana pun. Tapi saat ini aku ingin disentuh dan dipuasi olehmu, Yud.”
Yuda tersentak. Menatapku dengan mata bergoyang. “Mbak serius ?” tanyanya dengan suara bergetar. Sementara penisnya sudah menegang di dalam peganganku.
“Serius. Aku sudah membayangkannya sejak beberapa hari yang lalu. Dan malam ini aku datang, khusus untukmu, Yud.”
“I…iya Mbak. Sebenarnya saya sudah lama mengagumi Mbak secara diam-diam. Tapi gak nyangka kalau Mbak…mmmm….mau…mau…”
“Mau merasakan sentuhan dan kejantananmu,” potongku.
Yuda mengangguk perlahan. Dan aku merapatkan pipiku ke pipinya yang terasa hangat. Penisnya pun terasa hangat di dalam genggamanku. Sudah ngaceng berat pula rasanya.
Tadinya kupikir response Yuda akan lambat. Tapi ternyata sebaliknya. Ketika bibirku kudekatkan ke bibirnya, ia langsung memagutku, lalu melumat bibirku dengan hangatnya.
Aku pun terlena, saling lumat dengan Yuda, sementara gairahku semakin bergejolak.
Tapi aku masih ingat sesuatu. Yang membuatku menjauhkan bibirku dari bibir Yuda sambil berkata, “Kunci dulu pintu dan jendela-jendela, Yud.”
“Oh…iya…sahut Yuda sambil bangkit dari sofa dan melangkah ke arah pintu. Lalu menguncinya. Jendela-jendela pun dikuncinya semua, lalu kembali menghampiriku. Dan langsung melingkarkan lengannya di pinggangku.
“Lepasin dong gaunku…biar lebih asyik,” kataku sambil menggelitik pinggangnya.
“Siap Mbak,” sahut Yuda dengan nada bersemangat. Lalu dengan tangan gemetaran Yuda memelorotkan gaun hitamku, sementara aku tetap duduk di sofa. Dengan hati-hati ia melepaskan gaunku dari kakiku. Lalu meletakkan gaun itu di meja kecil yang berada di depanku.
Yuda tertegun setelah menyadari bahwa aku tinggal mengenakan bra dan celana dalam saja.
“Kenapa bengong ?” tegurku sambil menarik pergelangan tangannya sampai ia duduk kembali di sisiku.
“Tubuh Mbak mulus sekali,” sahutnya, “Di kampung saya sih perempuan segimana cantiknya juga pasti banyak paku payungnya.”
“Paku payung ?!”
“Iya. Bekas borok, kudis, bisul dan sebagainya.”
“Hihihihiii…kamu sih bisa aja. Masa dibilang paku payung ? Terus…istri orang itu banyak paku banyak bekas boroknya juga ?”
“Banyak Mbak. Apalagi di pantatnya, huuu…banyak taburan paku payungnya.”
Aku berusaha menahan tawaku. “Lalu…apa saja yang kamu lakukan dengan wanita itu ? Ayo jawab sejujurnya ya,” kataku.
“Dia selalu minta dijilatin dulu dari leher sampai ke anunya,” sahut Yuda terdengar lugu.
“Anunya apa ?”
“Itunya Mbak…mmm….memeknya…”
“Xixixiiiii….ngomong memek aja susah banget,” kataku sambil menarik tangannya, “Sekarang lepasin deh kancing behaku.”
“Iya Mbak,” sahutnya spontan sambil merayapkan tangannya ke punggungku. Lalu dilepasnya kancing kait behaku, dengan tangannya yang terasa gemetaran lagi.
Aku memang sudah mempersiapkan semuanya ini dengan rapi, termasuk perlindungan diriku dengan suntikan kontrasepsi itu. Maka dengan senyum di bibir kutanggalkan behaku. Lalu menarik leher Yuda, sampai wajahnya membenam ke payudaraku yang lumayan montok ini, “Sekarang lakukanlah apa yang kamu sukai,” kataku tanpa ragu, “Lakukan saja seperti yang pernah kamu lakukan pada istri orang itu…oke ?”
“Iya Mbak…ini..ini se… seperti peribahasa…pucuk dicinta ulam tiba…,” sahutnya tergagap. Lalu kedua lengannya melingkari pinggangku, sementara mulutnya mulai merayap…membasahi leherku…membuatku merinding dalam arus birahi. Terlebih setelah leherku merasakan gigitan-gigitan kecil yang membuatku merinding tapi indah sekali.
Nafsu birahiku semakin memuncak setelah mulut Yudha menggeluti puting payudaraku, sementara tangannya sudah berani menyelinap ke balik celana dalamku, menyentuh dan mengelus kemaluanku dengan lembutnya.
Ini membuatku tak bisa mengendalikan diriku sendiri lagi. Dengan penuh rasa penasaran, kulepaskan kancing-kancing kemeja tangan pendek Yuda. Lalu kupelorotkan celana jeans Yuda yang ritsletingnya sudah dibuka sejak tadi.
Dalam keadaan tinggal bercelana dalam saja Yuda tampak sangat seksi di mataku. Ia menubrukkan muTapi aku sudah tak sabaran. Ingin secepatnya membuat Yuda bertelanjang bulat. Maka tanpa basa basi lagi kupelorotkan celana dalamnya, lalu kulepaskan dari kakinya.
Yuda sudah kubuat telanjang bulat. Tanpa harus mengintip di balik pintu kamar mandi seperti tadi. Aku sudah bisa menyaksikan dengan jelas betapa “gantengnya” bentuk alat kelamin lelaki yang lebih muda dariku itu. Dan dengan penuh semangat birahi, kupegang dan kuelus penis yang sudah tegak keras itu.
“Biar adil…boleh celana dalam Mbak dilepasin ?” tanya Yuda ketika aku masih asyik mengelus-elus penisnya.
“Lepasinlah,” sahutku dengan senyum di bibir.
Yuda pun menurunkan celana dalamku sampai terlepas dari kakiku. Kubiarkan ia mengulum dan mengisap-isap pentil toketku sesaat. Tapi lalu aku tak kuat menahan penasaranku. Yang membuatku tak lagi berbasa-basi. Kudorong ia dari dadaku dan mulutku pun nyosor ke bawah perutnya. Mengulum batang kemaluannya dengan sepenuh gairahku.
Awalnya Yuda tersentak kaget. Mungkin karena tak mengira kalau aku akan seagresif itu. Tapi lalu ia terdiam pasrah, membiarkanku menyelomoti zakarnya sekehendak hatiku.
Sebenarnya ini untuk pertama kalinya aku mengoral alat kelamin pria. Tapi aku sudah sering mempelajarinya dari film-film bokep yang sering kutonton di kamarku. Tiap kali aku menonton film bokep, selalu kuperhatikan bagaimana pihak perempuan melakukan felatio. Dan kini aku mempraktekkannya tanpa keraguan sedikit pun.
Terasa Yuda mengejang-ngejang ketika aku semakin binal menyelomoti batang kemaluannya. Sampai akhirnya ia merintih, “Sudah Mbak….cukup Mbak…”
Maka kulepaskan kulumanku. “Kenapa ?” tanyaku heran.
“Terlalu enak…saya takut keburu ngecrot…” sahutnya sambil bergerak sedemikian rupa sehingga wajahnya berhadapan dengan kemaluanku.
“Kamu mau jilatin punyaku ?” tanyaku.
“Iya, kalau Mbak gak keberatan,” sahutnya.
“Jilatinlah sepuasmu,” kataku sambil mengelus rambutnya yang berada di bawah perutku. Lalu kurentangkan kedua belah pahaku selebar mungkin, agar Yuda leluasa melakukan aksinya.
Ternyata Yuda tidak langsung menggeluti kemaluanku. Ia mendaratkan bibir dan lidahnya di pusarku. Jilatannya terasa memutar-mutar, menimbulkan rasa geli yang syur.
Detik-detik keindahan pun mulai membelaiku. Tiada pembatas lagi antara Yuda dengan diriku. Dan belaian birahi yang kurasakan, seolah taburan bunga-bunga surgawi yang terlalu indah untuik dilukiskan dengan kata-kata.
Betapa tidak, ketika lidah dan bibir Yuda mulai menggeluti bagian yang terpeka di bawah perutku, oh my God…ini luar biasa nikmatnya…nikmat yang membuat sepasang kakiku terkejang-kejang, yang membuat nafasku tertahan-tahan….yang membuatku berdesah dan merengek histeris….!
Beberapa tahun yang lalu aku pernah merasakan beberapa kali hubungan sex. Tapi terus terang, baru sekali inilah aku merasakan kemaluanku digeluti oleh bibir dan lidah lelaki. Ternyata tak kalah nikmat dibandingan hubungan sex yang sebenarnya. Terlebih ketika ujung lidah Yuda menyapu-nyapu clitorisku…ooooh….adakah rasa yang lebih nikmat daripada ini ? Bahkan terkadang kelentitku diisapnya, lalu dielus-elus oleh ujung lidahnya. Ooooh…ini luar biasa rasanya…! Membuatku menggeliat sambil meremas-remas rambut Yuda.
Bahkan rengekan-rengekan histeris pun mulai berlontaran begitu saja dari mulutku, tak terkendalikan lagi, “Duh…Yuda…Yuuud….ini enak sekali Yuuuud….ooooh…Yudaaaa …Yudaaaa….iiii…iiiiya…..itilnya isap dan jilatin lagi Yuuud…iyaaa….duuuuh…enak sekaliiii Yuuud……oooooh…. oooooh….”
Aku menggeliat-geliat dan merintih-rintih terus…terkadang mengejang sambilo menahan nafas….lalu mengelojot dan mendesah…ooo, betapa indah dan nikmatnya semua ini…!
Sementara itu kemaluanku terasa basah kuyup. Basah oleh air liur Yuda bercampur dengan lendir libidoku.
Sampai akhirnya aku tak kuasa lagi menahan diri. Ingin secepatnya merasakan pergesekan antara penis Yuda dengan dinding lubang kewanitaanku.
Maka kutarik bahu Yuda sampai wajahnya tepat berada di atas wajahku. Dan kurengkuh lehernya ke dalam pelukanku, sementara bibirnya pun kupagut dan kulumat dengan nafsu yang tak terkendalikan lagi. Dan terasa penis Yuda bertempelan dengan permukaan kemaluanku. Membuatku semakin gregetan, ingin segera merasakan seperti apa nikmatnya jika penis ngaceng itu sudah berada di dalam jepitan liang kemaluanku.
Maka kuminta agar Yuda menelentang di atas sofa. Dan Yuda spontan mengikuti keinginanku. Lalu aku bergerak ke atas tubuhnya sambil memegang batang kemaluannya. Dan mengarahkannya ke mulut mekiku. Yuda diam saja, sementara aku mulai merasa posisi moncong penisnya sudah tepat berada di ambang mulut kenikmatanku.
Dalam keadaan masih menggenggam batang kemaluan Yuda yang begini tegang dan hangatnya, kuturunkan pantatku dengan hati-hati…dan…aaaah….terasa penis ngaceng itu membenam sedikit demi sedikit ke dalam liang kemaluanku…! Makin lama makin membenam sampai akhirnya penis Yuda terasa melesak sepenuhnya ke dalam liang kemaluanku blesssss……!
Kedua kakiku terlipat dengan sepasang lutut berada di kanan kiri pinggang Yuda. Lalu kucoba untuk beraksi seperti di film-film bokep. Dengan lutut terasa bergetar aku mengangkat pantatku kira-kira sejengkal, lalu menurunkannya kembali sampai penis Yuda terasa amblas di dalam liang kewanitaanku.
Inilah awal petualanganku yang sebenarnya. Bahwa pinggulku naik turun sambil “menunggangi” Yuda, sementara liang kewanitaanku mulai membesot-besot penisnya.
Aduhai…aku mulai merasakan nikmatnya pergesekan penis Yuda dengan liang kemaluanku, yang membuatku ser-seran….yang membuat mataku merem melek…yang membuat mulutku ternganga…dalam sejuta nikmat bersetubuh.
Yang menyenangkan, adalah Yuda tak canggung-canggung lagi. Di saat aku semakin gencar mengayun pinggulku, ia pun merayapkan tangannya ke bokongku. Lalu meremasnya.
Terkadang tangannya pindah ke payudaraku yang bergelantungan di atas dadanya, lalu ia memainkan kedua pentil toketku. Di saat lain ia meremas toketku, sehingga aku pun semakin bersemangat untuk mengayun pinggulku.
Ketika sudah merasa agak letih, aku menghentikan gerakan pinggulku. Lalu mengelus dada Yuda sambil berkata, “Cobain posisi doggy yok.”
“Iya Mbak,” sahutnya sambil tersenyum.
Kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, sampai penis Yuda tercabut dari liang kemaluanku. Lalu secepatnya aku merangkak dan menungging di atas sofa. Yuda pun berlutut di belakangku, sambil mengarahkan moncong penisnya ke mulut mekiku. Lalu terasa penis Yuda mendesak mulut kemaluanku. Dan…aaaah…penis lelaki muda itu mulai membenam lagi ke dalam liang senggamaku…!
Sesaat kemudian penis Yuda mulai mengentotku dalam posisi doggy ini. Sementara kedua tangannya berpindah-pindah sasaran. Terkadang memegang bahuku, lalu pindah ke sepasang payudaraku disertai remasan-remasan lembutnya, di saat lain meremas-remas bokongku.
Aku terpejam-pejam lagi. Dalam nikmat yang mendayu-dayu. Makin lama makin merasuki jiwaku. Sehingga aku tak kuasa lagi mempertahankannya.
Ya…aku tiba di puncak orgasmeku. Ooooh…betapa nikmatnya semua ini…membuatku berkelojotan, lalu mengejang dan menahan nafas….dan…ooooh….inilah puncak kenikmatan dalam hubungan sex…!
Yuda malah makin gencar mengentotku dari belakang, sampai akhirnya ia mendengus dan bertanya dengan suara tersengal-sengal, “Mbak…iii…ini lepasin di mana ?”
“Di dalem aja…aman kok…”
Lalu terasa penis Yuda menggenjot liang memekku dengan garangnya. Sampai akhirnya ia melenguh, “Uuu…uuuughhhh……” Disusul dengan semprotan-semprotan cairan kental hangatnya di dalam liang senggamaku. Ooooh…ini pun indah sekali…setelah sekian lama aku tidak merasakan nikmatnya bersetubuh, ternyata kini aku merasakannya kembali…!
kerCeria.gif)


